CVE-2025-10725: Celah Kritis di Red Hat OpenShift AI Ancam Infrastruktur Cloud

Celah Keamanan Baru di OpenShift AI

Red Hat baru saja mengumumkan adanya kerentanan serius pada OpenShift AI, platform manajemen siklus hidup model kecerdasan buatan (AI) berskala besar. Layanan ini banyak digunakan untuk menangani alur kerja prediktif dan generatif AI, mulai dari akuisisi data, pelatihan model, fine-tuning, hingga monitoring performa dan akselerasi perangkat keras.

Kerentanan yang terdaftar dengan kode CVE-2025-10725 ini memiliki skor CVSS 9.9 dari 10, menandakan tingkat ancaman yang sangat tinggi. Meski demikian, Red Hat mengklasifikasikan kerentanan ini sebagai “Important” alih-alih “Critical” karena eksploitasi membutuhkan autentikasi. Artinya, seorang penyerang tetap harus memiliki akun sah di dalam lingkungan OpenShift AI untuk dapat melancarkan aksinya.

Bagaimana CVE-2025-10725 Bekerja

Menurut penjelasan resmi Red Hat, seorang pengguna dengan hak akses terbatas — misalnya data scientist yang menggunakan notebook Jupyter standar — dapat memanfaatkan kerentanan ini untuk meningkatkan hak aksesnya menjadi administrator penuh pada kluster. Jika skenario ini terjadi, maka kerahasiaan, integritas, dan ketersediaan dari seluruh sistem akan sepenuhnya terganggu.

Dampaknya sangat luas. Penyerang bisa mencuri data sensitif yang tersimpan, mengganggu jalannya semua layanan, serta mengambil kendali penuh atas infrastruktur di balik platform. Lebih jauh lagi, aplikasi yang di-hosting pada OpenShift AI juga dapat sepenuhnya disusupi. Hal ini menunjukkan bahwa serangan semacam ini dapat berujung pada total compromise terhadap sistem cloud perusahaan.

Versi OpenShift AI yang Terpengaruh

Berdasarkan laporan Red Hat, beberapa versi OpenShift AI yang terdampak kerentanan ini mencakup:

  • Red Hat OpenShift AI 2.19

  • Red Hat OpenShift AI 2.21

  • Red Hat OpenShift AI (RHOAI)

Ketiga versi tersebut saat ini dianggap berisiko dan memerlukan penerapan mitigasi segera agar tidak dieksploitasi pihak berbahaya.

Mitigasi dan Rekomendasi Red Hat

Untuk mengurangi risiko eksploitasi CVE-2025-10725, Red Hat menyarankan agar pengguna tidak memberikan izin yang terlalu luas pada kelompok sistem-level. Salah satu perhatian utama adalah ClusterRoleBinding yang mengaitkan kueue-batch-user-role dengan system:authenticated group.

Sebagai gantinya, Red Hat menekankan pentingnya penerapan prinsip least privilege. Hak untuk membuat job sebaiknya diberikan secara granular hanya kepada pengguna atau grup tertentu yang memang membutuhkan, bukan secara menyeluruh. Pendekatan ini memastikan bahwa jika ada pengguna yang akunnya disusupi, ruang geraknya tetap terbatas sehingga kerusakan bisa diminimalkan.

Implikasi untuk Dunia Cloud dan AI

Kerentanan CVE-2025-10725 menyoroti betapa pentingnya keamanan pada platform manajemen AI di era cloud. OpenShift AI digunakan secara luas oleh perusahaan untuk mengelola model kecerdasan buatan dalam skala besar, terutama dalam lingkungan hybrid cloud yang kompleks.

Jika celah ini berhasil dieksploitasi, bukan hanya data yang terancam, tetapi juga seluruh infrastruktur cloud yang menopang operasional bisnis. Serangan semacam ini berpotensi menyebabkan downtime layanan kritis, kebocoran informasi sensitif, hingga kerugian finansial dalam jumlah besar. Bagi organisasi yang bergantung pada AI untuk operasi sehari-hari, risiko ini menjadi semakin signifikan.

Lebih jauh lagi, kasus ini kembali mengingatkan komunitas teknologi bahwa keamanan cloud tidak hanya bergantung pada enkripsi data atau autentikasi, tetapi juga pada kontrol akses internal yang ketat. Dalam banyak kasus, penyerang tidak lagi hanya mencoba masuk dari luar, tetapi juga memanfaatkan celah dari dalam dengan memanipulasi akun berizin terbatas.

Celah keamanan CVE-2025-10725 pada Red Hat OpenShift AI adalah pengingat bahwa bahkan platform AI dan cloud yang paling canggih sekalipun tidak kebal dari ancaman siber. Skor CVSS yang hampir sempurna (9.9) menegaskan tingkat bahayanya, meskipun eksploitasi membutuhkan autentikasi.

Organisasi yang menggunakan OpenShift AI, khususnya versi 2.19, 2.21, dan RHOAI, disarankan segera mengikuti pedoman mitigasi yang telah dikeluarkan Red Hat. Mengadopsi prinsip least privilege, memperketat akses, serta memantau aktivitas pengguna adalah langkah krusial untuk meminimalisasi risiko.

Di tengah meningkatnya adopsi AI dan cloud computing, insiden ini menyoroti bahwa keamanan harus menjadi prioritas utama, bukan fitur tambahan. Tanpa langkah pencegahan yang kuat, platform yang dirancang untuk mendukung inovasi justru bisa menjadi pintu masuk bagi serangan yang merusak.

Battering RAM: Serangan Baru Guncang Keamanan CPU Intel dan AMD di Cloud Computing

Image by <a href="https://pixabay.com/users/bru-no-1161770/?utm_source=link-attribution&utm_medium=referral&utm_campaign=image&utm_content=4393385">Bruno</a> from <a href="https://pixabay.com//?utm_source=link-attribution&utm_medium=referral&utm_campaign=image&utm_content=4393385">Pixabay</a>

Battering RAM: Ancaman Baru untuk Keamanan Cloud

Sebuah tim peneliti dari KU Leuven dan University of Birmingham mengungkapkan kerentanan baru bernama Battering RAM yang berhasil menembus lapisan pertahanan terbaru pada prosesor cloud Intel dan AMD. Celah ini menjadi perhatian serius karena memengaruhi sistem yang menggunakan memori DDR4, terutama dalam lingkungan cloud computing yang mengandalkan enkripsi memori untuk menjaga kerahasiaan data.

Dengan menggunakan perangkat interposer sederhana senilai sekitar 50 dolar, para peneliti menunjukkan bagaimana alat ini dapat bekerja secara transparan saat sistem menyala dan melewati semua pemeriksaan kepercayaan. Namun, hanya dengan satu kali saklar, perangkat tersebut bisa berubah menjadi berbahaya dan secara diam-diam mengalihkan alamat memori terlindungi ke lokasi yang dikendalikan penyerang. Teknik ini memungkinkan penyusupan ke area memori terenkripsi tanpa terdeteksi, membuka peluang korupsi data maupun penyisipan kode berbahaya.

Dampak terhadap Intel SGX dan AMD SEV-SNP

Battering RAM terbukti mampu melemahkan dua teknologi keamanan andalan: Intel Software Guard Extensions (SGX) dan AMD Secure Encrypted Virtualization with Secure Nested Paging (SEV-SNP). Kedua fitur ini dirancang untuk melindungi data pengguna dengan memastikan memori tetap terenkripsi bahkan saat digunakan.

Pada platform Intel, serangan ini dapat memberikan akses baca arbitrer ke plaintext korban atau menyisipkan data berbahaya langsung ke enclave. Sementara pada AMD, Battering RAM bisa melewati mitigasi firmware terbaru terhadap celah sebelumnya bernama BadRAM dan memungkinkan penyerang menanamkan backdoor ke dalam mesin virtual tanpa menimbulkan kecurigaan.

Hal ini menimbulkan risiko besar terutama bagi penyedia cloud atau pihak internal dengan akses fisik terbatas. Dengan celah ini, mereka bisa membobol mekanisme remote attestation dan menyusupkan kode berbahaya ke dalam beban kerja yang seharusnya terlindungi.

Keterbatasan Desain Enkripsi Memori

Para peneliti menekankan bahwa serangan ini mengungkap kelemahan mendasar dari desain enkripsi memori berskala besar yang digunakan Intel dan AMD. Demi mendukung ukuran memori yang lebih besar, keduanya mengabaikan pemeriksaan kriptografis terhadap freshness data. Akibatnya, Battering RAM dapat menciptakan alias memori baru secara dinamis saat runtime, melewati pemeriksaan aliasing yang biasanya hanya dilakukan saat booting.

Vendor besar seperti Intel, AMD, dan Arm sudah diberi tahu mengenai temuan ini. Namun, mereka menilai bahwa serangan fisik seperti ini masih dianggap berada di luar cakupan ancaman resmi. Padahal, menurut para peneliti, mitigasi terhadap Battering RAM membutuhkan desain ulang mendasar terhadap sistem enkripsi memori itu sendiri.

Tren Serangan Baru terhadap Keamanan CPU

Temuan Battering RAM muncul di tengah rangkaian laporan mengenai kerentanan baru pada prosesor modern. AMD baru-baru ini mendapat sorotan setelah riset dari University of Toronto (Heracles) dan ETH Zürich (Relocate-Vote) membuktikan adanya kebocoran data pada teknologi SEV-SNP. Penyerang bisa memanfaatkan manipulasi data oleh hypervisor untuk mengungkap pola dalam memori terenkripsi.

Tidak berhenti di situ, ETH Zürich juga menemukan potensi penyalahgunaan fitur stack engine pada prosesor AMD Zen 5 yang dapat dieksploitasi sebagai kanal samping. Sementara itu, VU Amsterdam mengungkap celah L1TF Reloaded, kombinasi teknik L1 Terminal Fault dan Half-Spectre yang dapat membocorkan memori virtual machine di cloud publik.

Belum lama ini, serangan VMScape (CVE-2025-40300) juga diperkenalkan oleh akademisi ETH Zürich. Serangan ini memanfaatkan celah pada prosesor AMD Zen dan Intel Coffee Lake untuk menembus isolasi virtualisasi dan membocorkan memori antarproses.

Implikasi bagi Cloud Computing dan Masa Depan Keamanan

Battering RAM dan rangkaian serangan serupa memperlihatkan tantangan serius dalam menjaga keamanan di era cloud computing. Infrastruktur cloud yang dipercaya menyimpan data sensitif jutaan pengguna kini dihadapkan pada ancaman bahwa perlindungan hardware-level tidaklah mutlak.

Bagi penyedia cloud, temuan ini menegaskan perlunya lapisan keamanan tambahan di luar sekadar mengandalkan enkripsi memori bawaan prosesor. Bagi industri, ini menjadi panggilan untuk meninjau kembali desain arsitektur CPU agar mampu menghadapi ancaman fisik maupun digital dengan lebih tangguh.

Pada akhirnya, Battering RAM bukan hanya serangan teknis, melainkan peringatan bahwa batas keamanan hardware modern masih bisa ditembus dengan cara yang sederhana namun efektif. Dunia komputasi awan kini harus lebih waspada terhadap eksploitasi baru yang terus bermunculan di lini prosesor canggih.

Insiden Pertama Malicious MCP Server: Ancaman Baru di Rantai Pasokan Perangkat Lunak

Insiden Pertama Malicious MCP Server: Ancaman Baru di Rantai Pasokan Perangkat Lunak

Peneliti keamanan siber baru-baru ini menemukan kasus pertama di dunia nyata dari server Model Context Protocol (MCP) yang bersifat jahat, menandai risiko serius pada rantai pasokan perangkat lunak. Menurut laporan Koi Security, seorang pengembang yang terlihat sah berhasil menyisipkan kode berbahaya di dalam paket npm bernama postmark-mcp, yang meniru pustaka resmi dari Postmark Labs dengan nama sama. Fungsi berbahaya ini muncul pada versi 1.0.16, dirilis pada 17 September 2025.

Pustaka postmark-mcp asli, yang tersedia di GitHub, memungkinkan pengguna untuk mengirim email, mengakses dan menggunakan template email, serta melacak kampanye menggunakan bantuan kecerdasan buatan (AI). Namun, paket npm palsu yang diunggah oleh pengembang dengan username "phanpak" pada 15 September 2025 telah dihapus setelah ditemukan. Paket ini tercatat memiliki total 1.643 unduhan.

Versi berbahaya ini menyalin setiap email yang dikirim melalui server MCP ke alamat email pengembang "phan@giftshop[.]club" melalui mekanisme BCC, sehingga berpotensi mengekspos komunikasi sensitif. Menurut Chief Technology Officer Koi Security, Idan Dardikman, “Postmark-mcp backdoor tidaklah kompleks, tapi ini membuktikan betapa rapuhnya sistem ini. Satu pengembang, satu baris kode, dan ribuan email berhasil dicuri.”

Para pengembang yang pernah menginstal paket ini disarankan segera menghapusnya dari alur kerja mereka, mengganti kredensial yang mungkin telah terekspos melalui email, dan memeriksa log email untuk aktivitas BCC mencurigakan. Snyk menambahkan, server MCP biasanya memiliki kepercayaan tinggi dan izin luas dalam agent toolchains, sehingga data yang ditangani bisa sangat sensitif, termasuk pengaturan ulang kata sandi, faktur, komunikasi pelanggan, hingga memo internal. Backdoor ini dirancang khusus untuk mengekstrak email dari alur kerja yang bergantung pada MCP server tersebut.

Temuan ini menyoroti bagaimana aktor ancaman terus memanfaatkan kepercayaan pengguna terhadap ekosistem open-source, termasuk ekosistem MCP yang masih baru, untuk keuntungan mereka, terutama ketika diterapkan dalam lingkungan bisnis kritikal tanpa pengamanan yang memadai.

Dalam pernyataan resmi, Postmark menegaskan bahwa paket npm postmark-mcp bukanlah paket resmi mereka. Platform pengiriman email ini menyatakan bahwa paket palsu dibuat oleh pihak jahat yang meniru nama mereka untuk mencuri data email. “Kami tidak mengembangkan, mengotorisasi, atau memiliki keterlibatan apapun dengan paket npm 'postmark-mcp'. API dan layanan resmi Postmark tetap aman dan tidak terpengaruh oleh insiden ini,” jelas pihak Postmark.

Insiden ini menjadi peringatan penting bagi pengembang dan perusahaan yang mengandalkan paket open-source: keamanan rantai pasokan perangkat lunak bukan hanya soal kode yang terlihat sah, tetapi juga validasi terhadap setiap dependensi yang digunakan dalam lingkungan produksi.

EvilAI: Serangan Malware Global yang Menyamar sebagai Aplikasi AI dan Produktivitas

Image by <a href="https://pixabay.com/users/geralt-9301/?utm_source=link-attribution&utm_medium=referral&utm_campaign=image&utm_content=6767497">Gerd Altmann</a> from <a href="https://pixabay.com//?utm_source=link-attribution&utm_medium=referral&utm_campaign=image&utm_content=6767497">Pixabay</a>

EvilAI: Serangan Malware Global yang Menyamar sebagai Aplikasi AI dan Produktivitas

Para peneliti keamanan siber memperingatkan tentang kampanye malware global yang menggunakan alat-alat kecerdasan buatan (AI) dan perangkat lunak produktivitas palsu untuk menyusup ke sistem organisasi di seluruh dunia. Berdasarkan laporan Trend Micro, kampanye ini menargetkan berbagai wilayah, termasuk Eropa, Amerika, serta kawasan Asia, Timur Tengah, dan Afrika (AMEA), dengan sektor manufaktur, pemerintahan, kesehatan, teknologi, dan ritel menjadi yang paling terdampak. Negara-negara seperti India, Amerika Serikat, Prancis, Italia, Brasil, Jerman, Inggris, Norwegia, Spanyol, dan Kanada mencatat infeksi terbanyak, menunjukkan bahwa ancaman ini bersifat global.

Kampanye ini, yang diberi kode nama EvilAI oleh Trend Micro, menandai kemampuan luar biasa para aktor ancaman dalam mengaburkan garis antara perangkat lunak asli dan palsu. Malware ini disisipkan dalam aplikasi yang tampak sah seperti AppSuite, Epi Browser, JustAskJacky, Manual Finder, OneStart, PDF Editor, Recipe Lister, dan Tampered Chef. Menurut para peneliti, serangan ini menggunakan sertifikat digital dari perusahaan sementara untuk membuat aplikasi terlihat resmi, bahkan ketika sertifikat lama sudah dicabut, sehingga sulit terdeteksi oleh pengguna maupun sistem keamanan.

Tujuan akhir dari kampanye EvilAI adalah melakukan rekognisi mendalam, mengekstraksi data browser sensitif, serta menjaga komunikasi terenkripsi waktu nyata dengan server command-and-control (C2). Malware ini memanfaatkan berbagai metode propagasi, termasuk situs web yang meniru portal vendor, iklan berbahaya, manipulasi SEO, dan tautan unduhan yang dipromosikan di forum maupun media sosial. Fungsi utamanya adalah sebagai stager, memungkinkan akses awal, mempertahankan keberadaan di sistem yang terinfeksi, dan menyiapkan sistem untuk muatan tambahan, sambil memetakan perangkat lunak keamanan yang terpasang.

Lebih lanjut, analisis G DATA menunjukkan bahwa pengembang di balik OneStart, ManualFinder, dan AppSuite menggunakan infrastruktur server yang sama untuk mendistribusikan dan mengonfigurasi program-program ini. Malware seperti BaoLoader, yang dipakai sebagai komponen utama kampanye ini, berperan sebagai backdoor untuk mengeksekusi perintah apa pun pada sistem yang terinfeksi, sering kali digunakan untuk penipuan iklan. Sementara itu, TamperedChef awalnya dikenal sebagai aplikasi resep yang tampak aman, namun sebenarnya menjalankan fungsionalitas backdoor yang sama.

Eksploitasi malware ini memanfaatkan kerangka NeutralinoJS untuk mengeksekusi kode JavaScript secara tersembunyi, memungkinkan akses ke sistem berkas, proses, dan komunikasi jaringan tanpa terdeteksi. Teknik lain termasuk penggunaan Unicode homoglyphs untuk menyembunyikan payload dalam respons API yang tampak sah, mempersulit pendeteksian berbasis string atau signature. Keberadaan beberapa penerbit sertifikat digital di berbagai sampel menunjukkan kemungkinan adanya malware-as-a-service atau pasar sertifikat digital yang memfasilitasi distribusi skala besar.

EvilAI menjadi peringatan nyata tentang evolusi metode distribusi malware modern. Penyalahgunaan aplikasi yang tampak sah, kode digital yang resmi, dan teknik penyamaran canggih memungkinkan malware ini melewati pertahanan titik akhir, mengeksploitasi kepercayaan pengguna, dan menyusup ke jaringan organisasi tanpa disadari. Para profesional keamanan menekankan pentingnya deteksi dini, validasi sertifikat, serta pemantauan perilaku aplikasi untuk mencegah kerugian finansial, reputasi, dan kebocoran data yang luas.

CISA Masukkan Kerentanan Kritis Sudo ke Daftar KEV: Ancaman CVE-2025-32463 untuk Linux dan Unix

Image by <a href="https://pixabay.com/users/mastertux-470906/?utm_source=link-attribution&utm_medium=referral&utm_campaign=image&utm_content=1900329">MasterTux</a> from <a href="https://pixabay.com//?utm_source=link-attribution&utm_medium=referral&utm_campaign=image&utm_content=1900329">Pixabay</a>

CISA Masukkan Kerentanan Kritis Sudo ke Daftar KEV: Ancaman CVE-2025-32463 untuk Linux dan Unix

Badan Keamanan Siber dan Infrastruktur Amerika Serikat (CISA) baru-baru ini menambahkan sebuah kerentanan kritis yang memengaruhi utilitas Sudo pada sistem operasi Linux dan Unix-like ke dalam katalog Known Exploited Vulnerabilities (KEV). Penambahan ini dilakukan setelah adanya bukti bahwa celah tersebut telah dieksploitasi secara aktif di dunia maya, menandai ancaman serius bagi para administrator sistem dan organisasi yang mengandalkan Sudo.

Kerentanan yang diberi kode CVE-2025-32463 ini memiliki skor CVSS 9.3 dan memengaruhi semua versi Sudo sebelum 1.9.17p1. Disampaikan oleh peneliti Stratascale, Rich Mirch, pada Juli 2025, celah ini muncul dari “inclusion of functionality from an untrusted control sphere.” CISA menjelaskan bahwa kerentanan ini memungkinkan penyerang lokal memanfaatkan opsi -R (--chroot) Sudo untuk menjalankan perintah arbitrer sebagai root, meskipun pengguna tersebut tidak tercantum dalam file sudoers. Hingga saat ini, detail eksploitasi di dunia nyata maupun identitas aktor di balik serangan belum sepenuhnya terungkap.

Selain CVE-2025-32463, CISA juga menambahkan empat kerentanan lainnya ke katalog KEV yang telah diketahui dieksploitasi aktif. Di antaranya, CVE-2021-21311 pada Adminer yang memungkinkan serangan server-side request forgery untuk mencuri informasi sensitif, dan CVE-2025-20352 pada Cisco IOS dan IOS XE yang menimbulkan risiko overflow buffer di SNMP subsystem. Kerentanan lain termasuk CVE-2025-10035 pada Fortra GoAnywhere MFT yang memungkinkan command injection melalui deserialisasi data yang tidak tepercaya, serta CVE-2025-59689 pada Libraesva Email Security Gateway yang memungkinkan command injection via lampiran email terkompresi.

Mengantisipasi risiko serangan aktif, CISA mengimbau seluruh Federal Civilian Executive Branch (FCEB) yang menggunakan produk terdampak untuk segera menerapkan mitigasi yang diperlukan paling lambat 20 Oktober 2025. Upaya mitigasi ini menjadi penting untuk melindungi jaringan, mencegah eskalasi hak akses, dan menjaga keamanan data kritis organisasi.

Kasus CVE-2025-32463 menekankan pentingnya patching rutin dan pemantauan keamanan proaktif pada sistem Linux dan Unix, terutama bagi organisasi yang mengoperasikan server penting. Dengan eksploitasi yang sudah terjadi di alam nyata, kegagalan untuk segera memperbaiki celah ini dapat membuka jalan bagi serangan lokal dengan potensi eskalasi hak istimewa yang serius, termasuk akses root tidak sah yang dapat menimbulkan kerusakan luas.

Seiring meningkatnya ancaman siber global, organisasi dan administrator sistem perlu menilai risiko celah keamanan kritis secara rutin, mengintegrasikan mekanisme pemantauan ancaman, serta memastikan seluruh patch keamanan diterapkan tanpa penundaan. CVE-2025-32463 adalah pengingat bahwa keamanan sistem bukan sekadar teori, melainkan tindakan proaktif yang mencegah kemungkinan serangan yang dapat mengganggu operasi dan integritas data.

Serangan Siber Biaya Raksasa: Dampak Cyberattack £206 Juta Terhadap Keuangan Co-op

Serangan Siber Biaya Raksasa: Dampak Cyberattack £206 Juta Terhadap Keuangan Co-op

Serangan siber yang menimpa jaringan supermarket Inggris, Co-op, telah menimbulkan dampak finansial yang mengejutkan. Perusahaan ini mengungkap bahwa insiden yang terjadi awal tahun ini mengakibatkan kerugian pendapatan sebesar £206 juta (sekitar $276 juta), dengan estimasi pukulan £120 juta ($161 juta) terhadap laba tahunan. Angka ini menandai salah satu kerugian terbesar yang pernah dialami Co-op akibat serangan siber, yang juga mengguncang reputasi dan kepercayaan pelanggan.

Dalam laporan semester yang berakhir 5 Juli, Co-op melaporkan kerugian mendasar sebelum pajak sebesar £75 juta, berbanding dengan laba £3 juta pada periode yang sama tahun sebelumnya. Selain dampak langsung serangan siber, meningkatnya biaya tenaga kerja dan beban regulasi turut menekan kinerja keuangan. Perusahaan bahkan memperkirakan biaya keseluruhan akan jauh lebih besar pada paruh kedua tahun ini karena dampak lanjutan insiden tersebut.

Rachel Izzard, Chief Financial Officer Co-op, menjelaskan kepada Reuters bahwa “pukulan terhadap paruh pertama adalah £80 juta, dan kami percaya dampaknya untuk setahun penuh adalah £120 juta, termasuk pemulihan asuransi.” Namun, ia juga mengungkapkan bahwa perlindungan asuransi yang dimiliki Co-op sangat terbatas. “Kami hanya memiliki elemen front-end dari asuransi siber dalam hal kemampuan respons awal teknologi pihak ketiga, tetapi kami tidak yakin akan mengklaim asuransi untuk kerugian di sisi back-end,” tambahnya. Total pendapatan Co-op yang dilaporkan mencapai £5,48 miliar, lebih rendah dari £5,6 miliar yang dibukukan pada periode yang sama tahun 2024.

Serangan ini dikaitkan dengan operasi ransomware bernama Scattered Spider. Robert Elsey, Chief Digital and Information Officer Co-op, mengungkapkan bahwa para pelaku berhasil menyusup melalui teknik social engineering dengan menyamar sebagai karyawan internal. Kelompok ini dilaporkan mencuri data pribadi 20 juta pelanggan Co-op. CEO Shirine Khoury-Haq juga mengonfirmasi bahwa data pribadi 6,5 juta anggota Co-op, baik yang aktif maupun mantan anggota, telah diretas. Insiden ini memperlihatkan betapa luasnya dampak serangan siber modern yang kini dapat melumpuhkan seluruh aspek bisnis, dari pelanggan hingga operasional.

Para pakar keamanan menilai insiden ini sebagai peringatan serius bagi dunia usaha. Simon Phillips, CTO Engineering CybaVerse, mengatakan kepada Cybernews bahwa “serangan siber saat ini bisa menghancurkan bisnis, mempengaruhi hampir setiap fungsi, mulai dari pelanggan, karyawan, operasional hingga keuntungan. Namun, banyak pimpinan bisnis masih belum menyadari konsekuensi ini dan kurang berinvestasi dalam pertahanan, sehingga organisasi mereka tetap rentan.” Phillips menambahkan bahwa kerugian sebesar £206 juta adalah angka yang luar biasa dan hanya sedikit organisasi yang mampu bertahan. “Beruntung bagi organisasi sebesar Co-op, ini adalah pukulan berat tetapi masih bisa dipulihkan,” ujarnya.

Otoritas setempat juga bergerak cepat. Pada Juli, National Crime Agency (NCA) menangkap empat orang yang diduga terlibat dalam serangan terhadap Co-op, Marks & Spencer, dan Harrods. Insiden di Marks & Spencer mempengaruhi sistem pembayaran nirsentuh dan memaksa penghentian pemrosesan pesanan online untuk pakaian dan perlengkapan rumah selama 46 hari. Sementara itu, pada serangan terhadap Harrods, peretas mencoba mendapatkan akses tidak sah ke beberapa sistemnya.

Menurut Andy McKay, Kepala IT dan Layanan Keamanan Siber di Converged Communication Solutions, kerugian yang dialami Co-op memberikan pandangan nyata tentang besarnya dampak ransomware saat ini. “Banyak bisnis yang enggan mengeluarkan biaya untuk keamanan siber, melihatnya sebagai pengeluaran opsional yang tidak memberikan pengembalian langsung. Ini sangat keliru,” katanya. McKay menekankan bahwa ROI dari keamanan siber adalah kelangsungan bisnis, operasi yang aman dan tanpa gangguan, serta terhindarnya data sensitif pelanggan, karyawan, dan perusahaan dari risiko. Selain itu, investasi ini juga mencegah denda kepatuhan regulasi serta kerugian finansial dan reputasi yang tak tergantikan.

Tren serangan semacam ini bukan hanya dialami Co-op. McKay menyebutkan bahwa tahun ini Marks & Spencer juga terkena dampak hingga £300 juta, sedangkan serangan yang sedang berlangsung terhadap Jaguar Land Rover telah menghentikan lini produksi perusahaan, membuat puluhan pemasoknya terancam kolaps. Kerugian dari serangan ini dilaporkan mencapai £50 juta per minggu. McKay menegaskan bahwa bagi para pemimpin bisnis, situasi ini harus menjadi peringatan keras untuk memahami risiko nyata dari kurangnya investasi pada keamanan siber. “Bukan hanya teknologi yang terancam, begitu penyerang berhasil masuk ke jaringan, segalanya bisa berisiko,” pungkasnya.

Artikel ini memperlihatkan dengan jelas bahwa serangan siber modern bukan lagi masalah teknis belaka, melainkan ancaman strategis yang dapat menghancurkan fondasi keuangan, reputasi, dan kelangsungan bisnis. Kasus Co-op menjadi contoh nyata mengapa investasi pada keamanan siber bukan sekadar biaya, melainkan penopang utama keberlangsungan perusahaan di era digital.

Breach and Attack Simulation: Crash Test yang Mengubah Keamanan Siber dari Asumsi Menjadi Bukti Nyata

Image by <a href="https://pixabay.com/users/andreas160578-2383079/?utm_source=link-attribution&utm_medium=referral&utm_campaign=image&utm_content=4381728">andreas160578</a> from <a href="https://pixabay.com//?utm_source=link-attribution&utm_medium=referral&utm_campaign=image&utm_content=4381728">Pixabay</a>

Breach and Attack Simulation: Crash Test yang Mengubah Keamanan Siber dari Asumsi Menjadi Bukti Nyata

Dalam dunia otomotif, pabrikan mobil tidak pernah hanya mengandalkan gambar cetak biru atau blueprint untuk menilai keselamatan. Mereka menghancurkan prototipe berulang kali dalam uji tabrak terkontrol demi memastikan ketahanan desain mereka. Spesifikasi teknis tidak menjamin keselamatan; uji benturanlah yang membuktikan realitas di lapangan. Prinsip yang sama berlaku dalam keamanan siber. Dashboard yang penuh dengan notifikasi “critical” dan laporan kepatuhan yang rapi bukanlah jaminan bahwa sistem benar-benar terlindungi.

Bagi seorang CISO, yang terpenting bukanlah banyaknya kotak centang di laporan audit, melainkan bukti nyata bahwa kelompok ransomware yang menyasar sektor tertentu tidak bisa bergerak lateral setelah masuk, bahwa exploit baru tidak akan menembus pertahanan kemudian hari, dan bahwa data sensitif tidak bisa dieksfiltrasi secara diam-diam yang berisiko memicu denda, gugatan, dan kerusakan reputasi. Inilah alasan mengapa Breach and Attack Simulation (BAS) muncul sebagai kebutuhan, bukan sekadar pilihan.

BAS adalah “uji tabrak” bagi tumpukan keamanan siber perusahaan. Teknologi ini secara aman mensimulasikan perilaku musuh nyata untuk menunjukkan serangan mana yang mampu dihentikan pertahanan dan celah mana yang bisa ditembus. Dengan BAS, asumsi berubah menjadi bukti nyata sebelum penyerang memanfaatkannya atau regulator menuntut jawaban. Dashboard yang tampak penuh informasi seringkali menimbulkan rasa aman semu, sama seperti membaca brosur mobil lalu menyatakan kendaraan itu “aman” tanpa pernah mengujinya di kecepatan tinggi. Hanya benturan nyata yang mengungkap di mana rangka lemah dan airbag gagal bekerja.

Data terbaru dari Blue Report 2025 mengungkap gambaran mengejutkan ketika pertahanan diuji alih-alih diasumsikan. Tingkat pencegahan serangan turun dari 69% menjadi 62% dalam setahun, bahkan di organisasi dengan kontrol keamanan matang. Lebih dari separuh perilaku penyerang tidak menghasilkan log sama sekali, membuat rantai serangan berjalan tanpa terlihat. Hanya 14% yang memicu peringatan, artinya sebagian besar sistem deteksi gagal secara diam-diam. Bahkan upaya penyegelan data hanya berhasil dihentikan 3% dari waktu, menunjukkan tahap paling krusial dan berisiko tinggi hampir tanpa perlindungan nyata. Seperti uji tabrak yang mengungkap kelemahan tersembunyi dalam desain mobil, validasi keamanan menyingkap asumsi yang runtuh di bawah tekanan dunia nyata.

BAS bekerja sebagai mesin validasi keamanan yang terus-menerus. Alih-alih menunggu serangan nyata, BAS menjalankan skenario serangan yang aman dan terkendali, meniru cara musuh beroperasi sesungguhnya. Teknologi ini tidak menjual hipotesis, melainkan bukti. Bagi para CISO, bukti ini penting karena mengubah kecemasan menjadi keyakinan. Tidak ada lagi malam tanpa tidur akibat CVE baru dengan proof-of-concept yang beredar. Tidak ada lagi tebakan apakah kampanye ransomware yang sedang menyapu sektor tertentu bisa menembus lingkungan internal. BAS menghadirkan jawaban melalui simulasi nyata, bukan asumsi.

Inilah disiplin baru yang disebut Security Control Validation (SCV) — pembuktian bahwa investasi keamanan benar-benar berfungsi pada saat paling penting. BAS menjadi mesin yang membuat SCV berlangsung secara terus-menerus dan skala besar. Dashboard mungkin menunjukkan postur, tetapi BAS mengungkap kinerja. Dengan menunjukkan titik buta dalam pertahanan, BAS memberi CISO sesuatu yang tidak pernah bisa ditawarkan dashboard: fokus pada paparan yang benar-benar penting, sekaligus bukti ketahanan yang bisa dipresentasikan kepada dewan, regulator, dan pelanggan.

Efek BAS pada sisi bisnis juga sangat signifikan. Validasi paparan yang didorong oleh BAS mampu memangkas backlog temuan “kritis” dari 9.500 menjadi hanya 1.350 paparan yang terbukti relevan. Mean Time to Remediate (MTTR) turun dari 45 hari menjadi 13 hari, menutup jendela kerentanan sebelum penyerang beraksi. Frekuensi rollback pun berkurang dari 11 menjadi hanya 2 per kuartal, menghemat waktu, anggaran, dan kredibilitas. Ketika dipasangkan dengan model prioritas seperti Picus Exposure Score (PXS), kejelasan ini semakin tajam: dari 63% kerentanan yang ditandai tinggi/kritis, hanya 10% yang benar-benar kritis setelah divalidasi, pengurangan 84% dari urgensi palsu. Bagi CISO, ini berarti lebih sedikit malam tanpa tidur akibat dashboard yang membengkak dan lebih banyak keyakinan bahwa sumber daya difokuskan pada paparan yang paling penting.

Pada akhirnya, tantangan bagi CISO bukan sekadar visibilitas, melainkan kepastian. Dewan tidak meminta dashboard atau skor pemindai; mereka menginginkan jaminan bahwa pertahanan akan bertahan pada saat paling krusial. BAS mengubah percakapan ini: dari postur ke bukti. Dari “Kami menerapkan firewall” menjadi “Kami membuktikan firewall memblokir traffic Command & Control berbahaya pada 500 simulasi kuartal ini.” Dari “EDR kami mencakup MITRE” menjadi “Kami mendeteksi 72% perilaku grup APT Scattered Spider; berikut perbaikan untuk 28% sisanya.” Dari “Kami patuh” menjadi “Kami tangguh, dan kami punya buktinya.” Pergeseran inilah yang membuat BAS menarik di tingkat eksekutif. Teknologi ini mengubah keamanan dari asumsi menjadi hasil terukur, karena dewan tidak membeli postur, mereka membeli bukti.

Lebih jauh lagi, dengan dukungan kecerdasan buatan, BAS kini tidak hanya membuktikan apakah pertahanan bekerja kemarin, tetapi juga memprediksi bagaimana pertahanan tersebut akan bertahan menghadapi ancaman masa depan. Pendekatan ini menjadikan BAS sebagai fondasi baru bagi keamanan siber modern, mengubah keamanan dari sekadar pengawasan menjadi simulasi yang memberikan keyakinan nyata.

Kali Linux 2025.3 Resmi Dirilis: Fitur Baru, Dukungan Nexmon, dan 10 Tool Pentesting Terbaru

Kali Linux 2025.3 Resmi Dirilis: Fitur Baru, Dukungan Nexmon, dan 10 Tool Pentesting Terbaru

Versi terbaru Kali Linux 2025.3 resmi diluncurkan dan membawa sejumlah perubahan penting yang membuat distribusi ini semakin kuat sebagai sistem operasi untuk pengujian penetrasi. Rilis ini memperkenalkan pembaruan pada infrastruktur virtualisasi, menghadirkan kembali dukungan Nexmon untuk Wi-Fi, menghentikan dukungan untuk arsitektur lama ARMel, serta menambahkan sepuluh tool baru yang memperluas kemampuan pentesting. Kombinasi perubahan ini menunjukkan arah pengembangan Kali yang semakin berfokus pada teknologi modern, keamanan nirkabel, dan ekosistem alat yang lebih cerdas.

Perombakan pada sisi virtualisasi menjadi salah satu sorotan. Selama ini, Kali menggunakan HashiCorp Packer untuk membuat virtual machine dari satu konfigurasi sumber dan Vagrant untuk membangun serta mengelola lingkungan VM. Dalam rilis 2025.3, tim pengembang meninjau ulang cara mereka membangun image Vagrant dan melakukan penyegaran terhadap skrip Packer yang digunakan. Contoh pre-seed untuk instalasi otomatis diseragamkan, skrip Packer diupgrade ke standar v2, dan skrip VM untuk image Vagrant disesuaikan agar lebih konsisten. Hasilnya adalah proses pembuatan VM yang lebih ramping, mudah dikelola, dan lebih fleksibel untuk berbagai platform, termasuk yang sebelumnya sulit diotomasi seperti Hyper-V di Linux.

Tak kalah penting adalah kembalinya dukungan Nexmon, firmware “patch” untuk chipset nirkabel tertentu yang memperluas fungsinya agar dapat beroperasi dalam mode monitor dan injection. Mode monitor memungkinkan perangkat menangkap lalu lintas paket secara pasif, sedangkan injection memberi kemampuan mengirim frame mentah yang disusun sesuai kebutuhan. Keduanya sangat penting untuk pengujian keamanan jaringan nirkabel. Nexmon kini kembali mendukung Raspberry Pi, termasuk model terbaru Raspberry Pi 5, sekaligus memperluas dukungan ke chipset Broadcom dan Cypress di berbagai perangkat lain. Dengan langkah ini, pengguna Kali Linux bisa lebih leluasa melakukan audit Wi-Fi internal tanpa perlu perangkat tambahan.

Sementara itu, keputusan untuk menghentikan dukungan pada arsitektur ARMel juga menjadi tonggak penting. Arsitektur ini sudah jarang digunakan, misalnya pada Raspberry Pi 1, Raspberry Pi Zero W, dan ODROID-W yang sudah end-of-life. Mengikuti jejak Debian “Trixie” yang tidak lagi menyediakan paket ARMel, tim Kali memilih untuk mengalihkan sumber daya mereka ke platform yang lebih relevan seperti ARM64 dan RISC-V. Keputusan ini memungkinkan pengembang fokus pada dukungan perangkat modern yang lebih banyak digunakan, sekaligus mempercepat inovasi pada kernel, modul, dan tool keamanan baru.

Perbaikan lain yang lebih subtil tetapi signifikan adalah peningkatan plugin VPN-IP di Xfce. Plugin ini sebelumnya hanya bisa menampilkan IP koneksi VPN pertama, sehingga membatasi pengguna yang menggunakan beberapa koneksi sekaligus. Kini, pengguna dapat memilih antarmuka jaringan mana yang dipantau oleh plugin ini melalui dialog preferensi, sehingga pengalaman pengguna menjadi jauh lebih fleksibel. Fitur ini terutama bermanfaat bagi para profesional keamanan yang sering berpindah koneksi atau bekerja di lingkungan jaringan kompleks.

Tak lengkap rasanya rilis Kali Linux tanpa penambahan tool baru. Pada versi 2025.3, sepuluh alat baru resmi masuk ke repositori. Ada Caido dan Caido-cli yang berfungsi sebagai toolkit audit keamanan web (klien dan server), Detect It Easy (DiE) untuk identifikasi jenis file, serta Gemini CLI, agen AI open source yang menghadirkan kecerdasan buatan langsung di terminal. Ada pula krbrelayx untuk eksploitasi relaying Kerberos, ligolo-mp sebagai solusi pivoting multipemain, llm-tools-nmap yang memadukan kemampuan pemodelan bahasa besar (LLM) dengan pemindaian nmap, mcp-kali-server untuk menghubungkan agen AI dengan Kali, patchleaks yang mendeteksi dan menjelaskan perbaikan keamanan secara rinci, serta vwifi-dkms yang memungkinkan pembuatan jaringan Wi-Fi “dummy” untuk pengujian koneksi. Seluruh alat ini memperkaya ekosistem Kali dan membuka peluang baru dalam pengujian penetrasi modern, termasuk yang berbasis AI.

Dengan kombinasi pembaruan ini, Kali Linux 2025.3 menjadi versi yang layak diperhatikan oleh para profesional keamanan siber. Dukungan Nexmon membuka kembali ruang untuk eksplorasi Wi-Fi tingkat lanjut, perombakan proses pembuatan VM mempercepat penyebaran lingkungan pengujian, penghapusan ARMel menunjukkan komitmen pada efisiensi sumber daya, dan daftar alat baru menghadirkan teknologi cutting-edge langsung ke tangan pengguna. Semua ini menjadikan rilis kali ini tidak hanya sebagai pembaruan rutin, melainkan langkah strategis untuk menjadikan Kali Linux sebagai platform pentesting yang lebih modern, tangguh, dan siap menghadapi tantangan keamanan masa depan.