Kampanye Smishing Skala Besar Mengguncang Dunia Siber
Sebuah kampanye smishing global yang sangat masif berhasil diungkap oleh tim riset keamanan dari Palo Alto Networks Unit 42, yang mengidentifikasi lebih dari 194.000 domain berbahaya sejak 1 Januari 2024. Serangan ini menargetkan berbagai layanan di seluruh dunia, menunjukkan koordinasi tingkat tinggi di antara para pelaku ancaman siber.
Menurut laporan peneliti Reethika Ramesh, Zhanhao Chen, Daiping Liu, Chi-Wei Liu, Shehroze Farooqi, dan Moe Ghasemisharif, domain-domain tersebut terdaftar melalui registrar berbasis Hong Kong dan menggunakan nameserver berbahasa Mandarin. Namun, infrastruktur utama serangan justru dihosting pada layanan cloud populer asal Amerika Serikat, seperti Cloudflare.
Smishing Triad: Dari Penipuan SMS ke Ekosistem PhaaS Global
Kampanye ini diatribusikan pada kelompok peretas Smishing Triad, entitas yang memiliki keterkaitan dengan China. Kelompok ini dikenal karena membanjiri ponsel korban dengan pesan SMS palsu berupa pemberitahuan pelanggaran tol atau kesalahan pengiriman paket. Tujuannya jelas — memancing pengguna agar segera bereaksi dan menyerahkan data sensitif mereka.
Keuntungan finansial dari operasi ini sangat besar. Menurut laporan The Wall Street Journal, para pelaku telah menghasilkan lebih dari 1 miliar dolar AS dalam tiga tahun terakhir. Bahkan, laporan terbaru dari Fortra menyebutkan bahwa kit phishing milik Smishing Triad kini menargetkan akun pialang saham untuk mencuri kredensial perbankan dan kode autentikasi. Serangan terhadap akun-akun ini meningkat lima kali lipat pada kuartal kedua tahun 2025 dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
Peneliti keamanan Alexis Ober menjelaskan bahwa setelah berhasil membobol akun, pelaku menggunakan taktik manipulasi pasar saham yang disebut “ramp and dump.” Teknik ini meninggalkan jejak yang nyaris tak terlacak, meningkatkan risiko finansial secara signifikan bagi para korban.
Ekosistem Kriminal Terstruktur dalam Model PhaaS
Unit 42 menemukan bahwa Smishing Triad telah berevolusi dari sekadar pembuat phishing kit menjadi komunitas kriminal aktif yang mengintegrasikan berbagai pelaku dalam satu ekosistem Phishing-as-a-Service (PhaaS).
Ekosistem ini terdiri dari berbagai peran penting:
-
Pengembang phishing kit yang merancang template serangan,
-
Broker data yang menjual nomor telepon target,
-
Penyedia domain sementara,
-
Penyedia hosting server,
-
Spammer yang mengirim pesan secara massal,
-
Pemindai nomor aktif (liveness scanner), serta
-
Pemindai blocklist untuk memastikan domain berbahaya tidak terdeteksi terlalu cepat.
Analisis Unit 42 menunjukkan bahwa 93.200 dari 136.933 domain utama (68,06%) terdaftar di bawah Dominet (HK) Limited, registrar asal Hong Kong. Domain dengan akhiran “.com” mendominasi, namun dalam tiga bulan terakhir terjadi peningkatan signifikan pada domain “.gov”.
Siklus Domain Cepat untuk Hindari Deteksi
Dari seluruh domain yang dianalisis, 39.964 (29,19%) aktif hanya selama dua hari atau kurang, dan lebih dari 71% aktif kurang dari seminggu. Sebanyak 82,6% domain hanya bertahan maksimal dua minggu, sementara kurang dari 6% memiliki masa aktif lebih dari tiga bulan.
Menurut Unit 42, tingginya tingkat pergantian domain menunjukkan strategi yang bergantung pada pendaftaran domain baru secara berkelanjutan agar mampu menghindari deteksi sistem keamanan. Total 194.345 nama domain (FQDN) tersebut terhubung dengan sekitar 43.494 alamat IP unik, sebagian besar berada di AS dan dihosting oleh Cloudflare (AS13335).
Layanan yang Paling Sering Ditiru
Penelitian juga menemukan beberapa temuan penting:
-
USPS (U.S. Postal Service) menjadi layanan paling sering ditiru dengan 28.045 domain palsu.
-
Layanan tol dan transportasi merupakan kategori dengan volume serangan tertinggi, dengan sekitar 90.000 domain phishing.
-
Infrastruktur serangan terbesar berada di Amerika Serikat, diikuti oleh China dan Singapura.
-
Serangan juga meniru bank, bursa kripto, layanan pengiriman, kepolisian, perusahaan milik negara, media sosial, hingga e-commerce di Rusia, Polandia, dan Lituania.
Pada serangan yang berpura-pura sebagai layanan pemerintah, korban sering diarahkan ke halaman palsu yang menampilkan tagihan tol atau biaya layanan yang belum dibayar. Dalam beberapa kasus, pelaku bahkan menggunakan jebakan ClickFix, memancing korban untuk menjalankan kode berbahaya dengan dalih menyelesaikan verifikasi CAPTCHA.




