Columbia University Data Breach Leaks About 460GB of Information
Kebocoran data besar-besaran menimpa Columbia University pada Mei 2025, dengan total sekitar 460GB informasi sensitif terekspos. Berdasarkan laporan resmi ke Kantor Jaksa Agung Maine, insiden ini memengaruhi 868.969 individu, mencakup mahasiswa, staf, pelamar, dan anggota keluarga mereka. Data yang dicuri termasuk nama, tanggal lahir, nomor jaminan sosial, catatan akademik, riwayat medis, informasi bantuan keuangan, hingga detail kontak.
Skala Kebocoran yang Mengkhawatirkan
Kasus ini tergolong serius karena keragaman dan sensitivitas data yang bocor. Korban mencakup mahasiswa aktif, alumni, dosen, hingga pelamar baru. Data tersebut sangat berharga bagi pelaku kejahatan siber, baik untuk pencurian identitas maupun serangan social engineering. Dengan informasi sedetail ini, pelaku dapat menyamar sebagai korban untuk mengakses akun keuangan, melakukan penipuan, atau memanfaatkan data pribadi secara ilegal.
Kronologi Penemuan Insiden
Bocornya data pertama kali terdeteksi pada 16 Mei 2025 oleh tim internal universitas. Penemuan ini menjadi titik penting yang mengungkap skala serangan. Setelah itu, Columbia University segera bekerja sama dengan pakar keamanan siber dan tim forensik untuk menyelidiki insiden serta mencegah kerusakan lebih lanjut.
Langkah Mitigasi dan Dukungan Korban
Sebagai respons, pihak universitas menghubungi seluruh pihak terdampak dan menawarkan perlindungan berupa pemantauan kredit gratis selama dua tahun, konsultasi penipuan tanpa biaya, serta proteksi pencurian identitas melalui Kroll. Langkah ini bertujuan meminimalkan risiko lanjutan, seperti pembajakan identitas atau pemerasan berbasis data sensitif.
Potensi Dampak Jangka Panjang
Meski sudah ada langkah mitigasi, risiko penyalahgunaan data tetap tinggi. Informasi seperti nomor jaminan sosial, catatan medis, dan data akademik dapat dimanfaatkan untuk serangan manipulatif yang canggih. Dalam beberapa kasus, data tersebut dapat digunakan untuk pemerasan, di mana korban diancam agar membayar uang agar informasi pribadinya tidak dipublikasikan.
Peringatan untuk Institusi Pendidikan
Serangan ini membuktikan bahwa tidak ada institusi yang benar-benar kebal dari ancaman siber. Universitas dengan reputasi tinggi sekalipun dapat menjadi target. Lembaga pendidikan di seluruh dunia, termasuk di Indonesia, harus menyadari bahwa mereka menyimpan volume data pribadi yang sangat besar dan sensitif. Oleh karena itu, diperlukan pembaruan kebijakan keamanan, audit rutin, dan rencana respons cepat untuk meminimalkan dampak jika kebocoran terjadi.
Pelajaran untuk Indonesia
Bagi universitas di Indonesia, insiden ini menjadi pengingat penting akan perlunya investasi pada keamanan siber. Dengan meningkatnya digitalisasi pendidikan, risiko kebocoran data semakin besar. Menerapkan enkripsi, sistem deteksi intrusi, serta pelatihan keamanan untuk staf dapat menjadi langkah strategis untuk mengurangi ancaman serupa.